Image

SUKSES STORY PEMBANGUNAN PERKEBUNAN JAWA TIMUR

19 Mar 2014  |   Berita   |   66 views

Pembangunan perkebunan di Jawa Timur beberapa tahun terakhir menunjukkan hasil yang menggembirakan. Dapat dikatakan ini merupakan sukses story Pembangunan Perkebunan Provinsi Jawa Timur. Di bawah pimpinan Kadisbun Jatim saat ini Ir. H.M. Samsul Arifien, MMA, derap langkah pembangunan perkebunan terdengar nyaring di tengah hiruk pikuk pembangunan di Jawa Timur. Tak lepas dari peran semua insan perkebunan yang terus bersemangat memajukan perkebunan Jawa Timur dengan komoditi unggulannya, yakni: tebu, tembakau, kopi dan kakao.

Tebu

Sebagai bahan baku utama pembuatan gula, tebu merupakan komoditas unggulan perkebunan Jatim. Dalam mencapai target swasembada gula, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur terus berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tebu, luasan areal tanaman dan angka rendemen di pabrik gula. Pada tahun 2012, dari produksi gula nasional 2,59 juta ton, Jawa Timur menyumbang separonya yaitu 1,25 juta ton. Hal ini yang menginspirasi Kadisbun Jatim, Ir. H.M. Samsul Arifien, MMA menuangkan karya dalam bukunya “Tebuku Maniskan Separuh Nusantara”. Produksi tebu tahun 2013 mencapai hasil tertinggi mencapai 17,54 juta ton melampaui rekor tahun 2007 sebesar 17,4 juta ton. Pada tahun yang sama luas areal perkebunan tebu juga mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah Jawa Timur menanam tebu, yaitu seluas 218 ribu ha, jauh melebihi rekor sebelumnya seluas 207,2 ribu ha yang dicapai pada tahun 1995 silam. Tak hanya itu saja, angka rendemen PG di Jawa Timur juga menuai prestasi secara nasional, yaitu dari top ten rendemen tertinggi nasional, sembilan di antaranya adalah PG yang berada di wilayah Jawa Timur.   

Tembakau

Jawa Timur merupakan daerah penyumbang terbesar produksi tembakau nasional, dengan kontribusi 55-60%. Pada tahun 2012 produksi tembakau di Jawa Timur mencapai hasil tertinggi 136,6 ribu ton melebihi rekor sebelumnya pada tahun 2002 sebesar 129,4 ribu ton. Luas areal tembakau pada tahun 2012 juga memecahkan rekor dengan areal seluas 154,1 ribu ha melebihi rekor sebelumnya seluas 149,8 ribu ha yang dicapai pada tahun  2004. Tahun 2013 memang produksi menurun hanya 73,9 ribu ton dengan areal seluas 95,7 ribu ha karena banyak gagal tanam akibat anomali cuaca, namun di sinilah keunikan dari perkebunan tembakau. Perkembangan setiap tahunnya sangat dinamis, ketika areal tembakau mencapai titik tertinggi biasanya diikuti penurunan areal pada tahun-tahun berikutnya. Setelah beberapa tahun rendah, maka akan terjadi puncak harga yang tinggi karena dipicu stok bahan baku di pabrik rokok berkurang. Pada kondisi harga tinggi tersebut, musim tanam berikutnya terjadi euforia petani menanam tembakau sehingga areal tinggi lagi dan berdampak turunnya harga. Harga yang jatuh lagi-lagi menyebabkan menurunnya areal tembakau. Demikian seterusnya, unik memang, tapi itulah faktanya.

Kopi

                Pada tahun 2013 produksi kopi Jawa Timur mencapai 56,5 ribu ton. Luas areal mencapai 102,1 ribu ha yang sebagian besar (95,96%) merupakan perkebunan rakyat. Posisi tersebut menunjukkan bahwa peranan petani dalam produksi kopi di Jawa Timur masih sangat dominan. Jenis kopi yang banyak ditanam adalah robusta (92%) dan arabika (8%). Dengan kenyataan bahwa kopi arabika peluang pasarnya masih terbuka dengan menguasai 65% pangsa pasar dunia dan harganya hampir 2 kali kopi robusta, maka pengembangan kopi arabika lebih diprioritaskan. Pembinaan melalui konsep Cluster Kopi Arabika di Kabupaten Bondowoso, menargetkan produksi kopi arabika rakyat yang berkualitas ekspor, dan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur mengalokasikan sarana unit pengolahan hasil (UPH) kopi olah basah sebanyak 5 unit untuk 5 kelompok tani sebagai sarana pendukung yang direalisasikan pada bulan Maret 2011. Keberhasilan pembinaan kopi di Kabupaten Bondowoso menghasilkan produk kopi bermutu baik, telah dilakukan uji mutu dengan nilai (point) 84, yang artinya mutu kopi arabika rakyat di Kabupaten Bondowoso sudah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan sertifikat “CoffeeSpeciality”. Tanggal 10 Juni 2011 ekspor perdana kopi arabika rakyat dari kabupaten Bondowoso melalui mitra usaha (eksportir) PT Indocom Citra Persada sebanyak 6 ton berupa kopi HS dengan kadar air 12%, dan sampai pertengahan bulan Agustus 2011 realisasi telah mencapai 18 ton. Tahun berikutnya dengan dipicu oleh tambahan alat dari APBN dan APBD sebanyak 25 unit, berkembang menjadi 30 kelompok tani dengan 30 unit alat pengolahan, sehingga tahun 2012 realisasi ekspor meningkat menjadi 428 ton atau 24 kali lipat dengan nilai Rp. 8,5 milyar. Harga yang diterima petani pun cukup fenomenal, yakni Rp. 38.000,-/kg kopi HS atau senilai 100% dari harga kopi pasar New York sebesar Rp. 48.000,-/kg kopi ose (setara dengan Rp. 38.000,- /kg kopi HS). Sementara harga kopi arabika lokal di Jawa Timur hanya Rp. 31.000,-/kg ose atau setara Rp. 24.800,-/kg HS, sehingga ada nilai tambah 35%.

Kakao

                Sebagai salah satu komoditas unggulan perkebunan, peran kakao juga mendapatkan tempat tersendiri. Komoditi kakao sudah berkembang cukup luas dan baik di Jawa Timur sejak zaman penjajahan Belanda yang dimiliki oleh perkebunan besar. Pada awal berdirinya Dinas Perkebunan Jawa Timur tahun 1978 belum menyentuh pengembangan kakao rakyat. Rintisan kakao rakyat dimulai tahun 1985, berupa kegiatan pengembangan PIR di Donomulyo Malang, sebagai cikal bakal kakao rakyat yang sekarang masih berproduksi namun produktivitasnya rendah. Tahun 1990 dilanjutkan melalui Proyek Pengembangan Wilayah Khusus (P2WK) dengan dukungan biaya dari APBN di wilayah barat Jawa Timur, namun karena saat berproduksi pasar kakao sedang bermasalah, sehingga area tidak berkembang. Setelah pada era reformasi banyak kakao milik PTPN dan PBS yang rusak, pada tahun 1999 Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur berkomitmen mengembangkan kakao rakyat melalui pemberian bantuan bibit kepada petani dengan dukungan anggaran APBN dan APBD.  Kegiatan ini cukup efektif namun pengembangan areal terkendala biaya cukup besar karena bibit yang harga per batangnya cukup tinggi. Pada tahun 2004 dicoba pola swadaya seluas 450 ha (terdiri 400 ha di Nganjuk dan 50 ha di Jombang) dengan memberikan bantuan berupa polibag dan benih serta sedikit upah penyemaian benih. Hasil program swadaya tersebut sukses, sehingga kakao rakyat tumbuh signifikan melalui program kakao belt selama Dinas Perkebunan Jawa Timur dipimpin oleh Ir. H.M. Samsul Arifien, MMA. dengan pengembangan areal seluas 5.000 ha setiap tahunnya. Pada tahun 2013, program pengembangan kakao meraih prestasi gemilang mencapai produksi sebesar 37,2 ribu ton, melampaui masa jaya kakao perkebunan besar pada tahun 1997-1998 sebesar 35 ribu ton. Menempati areal seluas 65,1 ribu ha, program kakao belt ini akan terus diperluas mencapai target 100 ribu ha. Ke depan proporsi areal kakao rakyat ditarget akan terus bertambah seiring program pengembangan dan pembibitan kakao mandiri, agar luasan lahan bisa naik signifikan. (Tim)

Author By : Rokhma - SUKSES STORY PEMBANGUNAN PERKEBUNAN JAWA TIMUR - 19 Mar 2014