HARGA LELANG GULA HANYA Rp. 8.100 - Rp. 8.250
Keresahan seluruh pelaku industri gula baik dari pihak petani maupun pihak pabrik gula sangatlah beralasan. Jika harga lelang gula tetap seperti ini, maka kerugian akan melanda petani tebu dan sekaligus juga pabrik gula.
Berbagai analisa muncul menyikapi tak kunjung membaiknya harga lelang gula, padahal waktu telah menunjukkan segera berakhirnya musim giling tahun ini. Permintaan pasar yang menurun dan juga melimpahnya stok gula disinyalir sebagai penyebab utama tak membaiknya harga lelang. Hukum ekonomi memang menyatakan harga tergantung ketersediaan dan permintaan (supply and demand). Bila permintaan turun harga turun dan bila permintaan naik hargapun akan naik, sebaliknya bila ketersediaan besar harga akan turun dan rendahnya ketersediaan akan mendongkrak harga.
Kondisi saat ini memang benar-benar menggambarkan seperti itu. Penumpukan gula yang disinyalir akibat pasar yang lesu telah mengakibatkan harga lelang yang rendah. Perlu ditelusuri mengapa pasar tidak menyerap gula? Lagi-lagi pikiran kita tertuju pada rembesan gula rafinasi yang masuk ke pasar gula konsumsi. Memang secara ekonomi sangat menguntungkan dan efisien bila sebuah PG hanya mengolah raw sugar dan tidak menggiling tebu petani. Efisiensi industri pergulaan di luar negeri memang di atas kita, akibat mekanisasi dan teknologi yang diterapkan di sana. Agak mengherankan, fakta di lapangan bahwa para pedagang gula besar tidak melakukan transaksi pembelian gula giling petani. Namun, akankah kita mengorbankan pelaku industri gula di hulu dan hilir kita, yang notabene adalah rakyat Indonesia, para petani, para kuli angkut, mereka-mereka yang berada di PG demi sebuah efisiensi mekanik? (Tim)
