Image

Pestisida Nabati dalam Pertanian Organik

30 Jul 2019  |   Berita   |   81 views

Pestisida Nabati dalam Pertanian Organik
Oleh : Hanik Sulistyawati, SP
POPT Pertama


Pembentukan Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) diawali dengan adanya KTT 1997 di Kuala Lumpur, KTT 2003 di Bali dan terakhir KTT 2006 di Kuala Lumpur antara negara-negara ASEAN. Pada KTT 2006 inilah terjadi kesepakatan pemberlakuan MEA yang semula pada tahun 2020 dimajukan menjadi tahun 2015. Negara yang tergabung adalah Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Philipina, Singapura, Vietnam dan Thailand. Hal ini menciptakan pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa serta tenaga kerja. Konsekuensi dari kesepakan ini adalah dampak aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga kerja terampil dan dampak arus bebas modal. Bagi Indonesia tentunya menjadi kesempatan yang baik untuk menunjukkan kualitas dan kuantitas produk dan sumber daya manusia kepada negara lain dengan terbuka. Namun akan menjadi presenden buruk apabila Indonesia tidak dapat memanfaatkannya dengan baik.
Saat ini pemerintah telah menggalakkan pertanian organik untuk menjawab tantangan MEA. Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu usaha di bidang pertanian dalam memenuhi tuntutan konsumen akan keamanan pangan, mutu produk yang dikonsumsi dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Kondisi pada saat ini adalah makin rusaknya lingkungan pertanian karena penggunaan pupuk kimia sintetis dan juga penggunaan pestisida kimia sintetis. Keracunan pestisida pada petani sering dijumpai terjadi karena aplikasi pestisida kimia sintetis yang sangat sembrono dan tidak hati-hati. Menurut Purwanto (2011) dalam Anonim (tth) perubahan gaya hidup dan cara pandang Indonesia terhadap pangan mulai berubah kecenderungan tuntutan konsumen terhadap keamanan, nilai gizi, cita rasa, dan ketersediaan pangan meningkat pesat. Keamanan dan mutu pangan akan menjadi isu penting, semakin meningkatnya tuntutan konsumen terhadap produk pertanian mau tidak mau akan mempengaruhi praktik pertanian. Produk pertanian dituntut untuk benar-benar aman, bebas dari cemaran, racun, pestisida, dan organisme yang berbahaya bagi kesehatan. Aturan mengenai batas maksimum residu (MRL = Maximum Reside Level) pestisida semakin ketat sehingga akan mempengaruhi pengelolaan dalam perlindungan tanaman. Produk pangan juga harus bebas dari kandungan zat berbahaya, termasuk logam berat dan racun. Produk juga harus bebas dari berbagai cemaran. Bahan pengawet dan zat pewarna yang tidak diperuntukkan untuk pangan, seperti formalin, tidak diizinkan untuk digunakan sama sekali. Cemaran biologi baik yang berbahaya bagi kesehatan manusia maupun bagi pertanian dicegah. Sanitary and phytosanitary measure akan semakin diperketat di karantina.
  Pertanian organik salah satunya didukung dengan penggunaan pestisida nabati dan pestisida hayati sebagai pengganti pestisida kimia sintetis. Pestisida nabati adalah pestisida yang berasal dari tumbuhan, sedangkan arti pestisida itu sendiri adalah bahan yang dapat digunakan untuk mengendalikan populasi Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terdegradasi di alam (bio-degredable), sehingga residunya pada tanaman dan lingkungan tidak signifikan. (Puslitbangbun, 2012). Bahan aktif pestisida nabati adalah produk alam yang berasal dari tanaman yang mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung beribu-ribu senyawa bioaktif seperti alkaloid, terpenoid dan zat-zat kimia sekunder lainnya. Senyawa bioaktif tersebut apabila diaplikasikan ke tanaman yang terinfeksi OPT tidak berpengaruh terhadap fotosintetis tumbuhan ataupun aspek fisiologis tanaman lainnya, namun berpengaruh terhadap sistem saraf otot, keseimbangan hormon, reproduksi, perilaku berupa penarik, anti makan dan sistem pernafasan OPT. (Setiawati, W. Dkk. 2008)
  Pestisida nabati tidak menimbulkan resistensi hama karena bahan aktifnya mempunyai spektrum yang luas. Disamping itu pestisida nabati juga cepat terurai oleh sinar matahari. Namun demikian pestisida nabati juga mempunyai kelemahan diantaranya adalah harus lebih sering diaplikasikan karena sifatnya yang mudah terurai, daya racunnya rendah dan belum tersedia di toko pertanian sehingga lebih memakan waktu untuk pembuatannya. Kedepan perlu perhatian yang lebih untuk mengembangkan pestisida nabati baik dalam proses pembuatan maupun perijinannya.
Teknologi yang paling mudah dalam pembuatan pestisida nabati adalah dengan menggunakan teknik ekstraksi, yaitu pemisahan zat/senyawa berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua pelarut yang berbeda, biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Proses pemisahan dengan menggunakan perendaman atau maserasi selama waktu tertentu tergantung pada tingkat kelembutan bahan pada saat ekstraksi. Teknik yang lain adalah dengan menggunakan destilasi, yaitu proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari 2 macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya, dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air. Teknik yang ketiga adalah dengan pirolisis yaitu proses dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen dimana material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. tth. Bab I. Pendahuluan. http://scholar.unand.ac.id/31754/2/02- BAB I PENDAHULUAN.pdf. Diakses pada tanggal 29 Juli 2019
Setiawati, W. Dkk. 2008. Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pengendaliannya Untuk Pengendalian OPT. Ballittas. Bandung.
Puslitbanbun. 2012. Pestisida Nabati. Puslitbanbun. Bogor.



Author By : Satrio - Pestisida Nabati dalam Pertanian Organik - 30 Jul 2019